Referensi nilai tukar resmi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) melemah dari Rp14,116 menjadi Rp14,165 dalam perdagangan hari ini (24/6), meskipun neraca perdagangan RI dilaporkan sukses mencapai surplus tipis dan mementahkan ekspektasi defisit untuk periode bulan kelima tahun ini. Kurs USD/IDR di pasar spot mata uang mencatat penurunan 0.11 persen, tetapi juga belum jauh dari level terendah sejak tanggal 25 April yang tersentuh pada akhir pekan lalu.
Tadi siang, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa neraca perdagangan mencatat surplus sebesar 0.21 Miliar pada bulan Mei, melampaui ekspektasi setelah sempat defisit sebesar 2.50 Miliar dalam periode sebelumnya. Namun demikian, pertumbuhan ekspor dan impor masih minus. Indonesia juga masih defisit terhadap sejumlah negara mitra dagang utama, termasuk China, Thailand, dan Australia; walaupun sudah surplus terhadap Amerika Serikat.
Data ekspor tercatat -8.99 persen (Year-on-Year), sementara impor -17.71 persen (Year-on-Year) sepanjang bulan Mei. Meski ekspor sebenarnya menunjukkan performa lebih baik dari ekspektasi, tetapi ini merupakan performa negatif tujuh bulan beruntun. Secara keseluruhan, data menggambarkan perlambatan permintaan masih terus berlangsung di dalam maupun luar negeri.
Selaras dengan laporan yang kurang memuaskan tersebut, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencetak penurunan 0.43 persen ke level 6,288.46 akibat aksi jual yang mendadak marak setelah istirahat siang. Hanya dua dari sembilan sektor saham yang masih mencatat kinerja positif, yakni sektor Mining (0.14 persen) dan Agri (2.21 persen). Sebanyak tujuh sektor saham lain mengalami penurunan, dengan kemerosotan terparah diderita oleh sektor Industri Dasar (-1.04 persen).
Dalam beberapa hari ke depan, pergerakan di bursa efek Indonesia maupun kurs Rupiah kemungkinan akan lebih dipengaruhi oleh sentimen dari luar negeri. Selain berbagai spekulasi mengenai suku bunga Fed yang berimbas terhadap minat risiko investor di pasar keuangan global, rencana pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping juga jadi sorotan. Pasalnya, konflik kedua negara adidaya itu dituding sebagai biang kerok perlambatan ekonomi dunia saat ini, termasuk disinyalir menyebabkan pula penurunan permintaan atas komoditas dari Indonesia.