Pound sterling menjadi salah satu mata uang yang menguat paling pesat sepanjang pekan ini. Namun, laju relinya melambat seusai rilis data penjualan ritel pada sesi Eropa (21/1/2023). GBP/USD tertahan tepat di bawah ambang 1.2400, sementara EUR/GBP berkonsolidasi membentuk area support pada kisaran 0.8750-an.
UK Office for National Statistics (ONS) melaporkan bahwa penjualan ritel di Inggris jatuh 1 persen (Month-over-Month) pada Desember 2022, padahal konsensus sebelumnya mengharapkan pertumbuhan 0.5 persen sehubungan dengan masa liburan Nataru. Ini merupakan penurunan penjualan ritel untuk bulan kedua beruntun.
Sejumlah analis menilai hari belanja Black Friday pada November telah menyerap minat belanja masyarakat lebih awal. Namun, kinerja penjualan bulan November juga direvisi turun dari -0.4 persen menjadi -0.5 persen. Hal ini membuktikan bahwa laju inflasi yang terlalu tinggi telah menggerogoti daya beli konsumen.
Data inflasi Inggris pada hari Rabu menunjukkan laju inflasi sudah mulai melambat. Namun, sejumlah perusahaan jasa dikabarkan masih berencana untuk menaikkan harga lagi. Pertumbuhan gaji karyawan juga masih terus terakselerasi dalam beberapa bukan terakhir, sehingga menandakan bahwa inflasi kemungkinan akan bercokol pada rentang yang cukup tinggi pada awal tahun ini.
“Penjualan kami menjadi semakin tidak menentu dan tidak dapat diprediksi sejak Juli tahun lalu. Pengeluaran sehari-hari yang lebih kecil telah turun drastis, tidak diragukan lagi sebagai akibat dari orang-orang yang memiliki lebih sedikit uang di saku mereka untuk dibelanjakan,” kata Kate Ashwell dari Ashwell & Co, sebuah peritel busana vintage yang berbasis di Bristol.
Situasi makro seperti itu menandakan bahwa bank sentral Inggris (BoE) perlu menaikkan suku bunga lebih lanjut untuk mengendalikan laju inflasi. Prospek suku bunga yang lebih tinggi tentu menyokong nilai tukar pound sterling. Tapi penurunan belanja konsumen dapat memicu pelemahan aktivitas produksi juga, sehingga ancaman resesi juga terus mengintai negerinya Putri Diana ini.
“Hujan salju yang lebat dan aksi pemogokan yang intensif pada bulan Desember kemungkinan berkontribusi pada penurunan penjualan ritel lebih lanjut, tetapi gambaran dasarnya juga lemah,” kata Samuel Tombs, kepala ekonom Inggris di Pantheon Macroeconomics.