Referensi nilai tukar resmi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) anjlok dari Rp14,026 menjadi Rp14,098 dalam perdagangan hari ini (1/8). Sementara itu, kurs USD/IDR melonjak 0.7 persen ke level Rp14,110, setelah sempat bertahan di kisaran Rp13,900-an sejak 15 Juli lalu. Faktor eksternal diperkirakan memicu pelemahan kurs Rupiah kali ini, karena Dolar AS sedang terapresiasi tinggi di pasar keuangan global. Namun, laporan ekonomi dalam negeri terhitung masih cukup terkendali.
Dalam rapat kebijakannya hari ini, bank sentral AS (Federal Reserve) memutuskan untuk memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin dari 2.50 persen menjadi 2.25 persen. Namun, dua orang anggota rapat menentang pemangkasan suku bunga tersebut. Artinya, dewan pengambil kebijakan moneter tertinggi Amerika Serikat mengalami perpecahan yang kemungkinan menghalanginya untuk memangkas suku bunga lagi dalam beberapa bulan ke depan. Setelah itu, Dolar AS langsung meroket setelah pimpinan Fed, Jerome Powell, menyampaikan dalam pidatonya bahwa keputusan untuk memangkas suku bunga tak sama dengan permulaan siklus pelonggaran moneter.
Menanggapi serangkaian peristiwa itu, nilai tukar mata uang mayor maupun mata uang negara berkembang sontak rontok massal. Mata uang negara-negara Asia selain Indonesia juga mengalami pelemahan dengan persentase berbeda-beda. Kabar yang sama memicu kelesuan bursa saham juga, karena bias kebijakan Fed berdampak pada kemerosotan di Wall Street.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat selip 0.14 persen ke kisaran 6,381.54 pada penutupan sesi siang. Sebanyak enam dari sembilan sektor saham mengalami penurunan. Namun, sektor Industri Dasar, Barang Konsumsi, dan Aneka Industri menunjukkan performa cukup baik. Beberapa saham lokal juga tetap diburu asing, antara lain BBCA, HMSP, UNVR, GGRM, TLKM, ICBP, BRPT, RALS, dan PWON.
Laporan inflasi terbaru menunjang ekspektasi ekonomi yang lebih baik. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi meningkat dari 3.28 persen menjadi 3.32 persen (Year-on-Year) pada bulan Juli 2019. Angka ini masih selaras degan target inflasi Bank Indonesia, dan menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi masih terus berlanjut meski timbul beragam gejolak sebagai imbas dari konflik dagang AS-China.