Indeks dolar AS (DXY) terpantau lesu seusai perilisan data inflasi AS pada sesi New York hari Rabu (10/5/2023). Pasalnya, data inflasi tersebut menunjukkan pelemahan berkelanjutan yang sesuai dengan ekspektasi The Fed.
Federal Reserve AS pekan lalu mengumumkan kenaikan suku bunga AS sebesar 25 basis poin tanpa memberikan sinyal untuk kenaikan lanjutan dalam rapat kebijakan berikutnya. Pasar menganggapnya sebagai sinyal bahwa The Fed sudah tidak akan menaikkan bunga lagi, sekaligus memicu spekulasi seputar pemangkasan suku bunga pada paruh kedua tahun ini.
Data inflasi merupakan bahan pertimbangan yang penting dalam spekulasi pasar, mengingat The Fed menaikkan suku bunga untuk mengendalikan kenaikan inflasi yang menggila sejak akhir pandemi. Di samping itu, ada pula data tenaga kerja AS dan beberapa laporan ekonomi lain yang berfungsi sebagai referensi dalam pertimbangan kebijakan.
Laporan inflasi AS malam ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 0.4 persen (Month-over-Month) pada periode April 2023 untuk kelompok barang inti maupun semua barang. Sementara itu, pertumbuhan tahunan masing-masing menurun sampai 5.5 persen untuk inflasi inti dan 4.9 persen untuk inflasi semua barang.
Data seperti itu mendukung spekulasi pasar seputar suspensi siklus kenaikan suku bunga AS. Di saat yang sama, ekspektasi pasar untuk pemangkasan bunga AS pada akhir tahun ini makin kuat.
“(Data inflasi) CPI AS sebagian besar hadir sesuai ekspektasi, meskipun sedikit lebih lemah dalam rincian yang kurang penting. Ini semestinya suportif bagi ekuitas dan sedikit bearish bagi USD dalam sesi perdagangan hari ini karena pasar menarik napas lega untuk sementara,” kata Ryan Brandham, Kepala Pasar Modal Global untuk Amerika Utara di Validus Risk Management.
Dolar AS tertekan di tengah situasi ini. Akan tetapi, pergerakan bearish dolar terbendung untuk sementara waktu oleh alotnya negosiasi plafon utang AS.
Amerika Serikat perlu menentukan batas utang pemerintah secara berkala agar dapat menyediakan pendanaan bagi aktivitas serta membayar utang-utang federal. Presiden AS Joe Biden dan partai Demokrat ingin menaikkan batas atas utang tersebut dalam diskusi RAPBN yang baru, tetapi partai Republik tak bersedia menyepakatinya jika beberapa persyaratan mereka tak dipenuhi terlebih dahulu.
Pemerintah AS terancam default apabila batas utang yang baru belum juga disepakati sampai tenggat waktu tanggal 1 Juni 2023. Risiko tersebut mendorong banyak investor memilih berhati-hati dan memegang dolar AS dalam bentuk tunai alih-alih berinvestasi dalam aset-aset berisiko lebih tinggi seperti saham.