Bagi seorang pemula, resiko menjadi salah satu pertimbangan utama dalam memilih instrumen investasi yang aman. Namun, benarkah ada investasi yang bebas resiko? Sebenarnya, tidak ada investasi yang bebas resiko. Bahkan, tabungan bank sekalipun tetap memiliki resiko. Namun, resiko investasi bervariasi, mulai dari resiko tinggi hingga resiko yang sangat kecil seperti tabungan.
Prinsip high risk, high return tetap berlaku dalam investasi. Semakin tinggi penghasilan yang diharapkan, semakin tinggi pula resikonya. Sebaliknya, investasi minim resiko umumnya juga menawarkan pendapatan yang relatif kecil. Meski demikian, investasi high risk, high return dapat diminimalisir resikonya jika anda sebagai investor cerdas dalam memilih investasi dan melakukan mitigasi resiko dengan baik.
Seperti disebutkan di atas, resiko investasi sebenarnya dapat diminimalisir dengan memilih instrumen investasi secara cerdas. Sebagai contoh, saham termasuk instrumen investasi high risk, high return. Namun, resiko ini bisa ditekan sekecil mungkin jika anda memilih perusahaan investasi yang terdaftar atau dijamin oleh lembaga milik pemerintah.
- Surat Berharga Negara (SBN)
Contoh instrumen investasi yang rendah resiko adalah Surat Berharga Negara (SBN). Seperti namanya, SBN merupakan surat utang yang dikeluarkan oleh Pemerintah, bukan perusahaan swasta atau koperasi. Karena surat hutang ini diterbitkan oleh negara, maka peluang gagal bayar tentunya lebih kecil. Jadi, tidak salah jika ada yang menganggapkan sebagai investasi yang bebas resiko.
SBN Institusi/Korporasi
Surat Berharga Negara hadir dalam bentuk konvensional dan syariah. Ada juga yang khusus diperuntukkan bagi korporasi, lembaga, atau bahkan perusahaan ritel. Di antaranya:
- Surat Utang Negara (SUN) diperuntukkan bagi investor lokal atau asing, seperti fund manager lokal maupun asing, perusahaan asuransi, Bank Indonesia, dana pensiun, bank global, maupun pemerintah negara lain.
- Surat Perbendaharaan Negara alias global bond, dikeluarkan dalam mata uang asing dan diperuntukkan bagi investor asing atau pemerintah negara lain.
- Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), seperti Sukuk Negara, Sukuk Dana Haji Indonesia, Sukuk Valas, Surat Perbendaharaan Negara Syariah, Sukuk Tabungan, maupun Sukuk Ritel.
SBN Ritel
Surat Berharga Negara juga dikeluarkan dalam bentuk ritel. Instrumen ini ditujukan bagi masyarakat secara luas, termasuk investor perorangan. Masyarakat bisa mendapatkannya melalui bank, perusahaan FinTech, atau perusahaan efek melali penawaran (non-lelang). Jadi, sifatnya terbuka bagi siapa saja yang ingin berinvestasi. Beberapa contoh SBN Ritel bagi anda yang sedang mencari investasi yang bebas resiko antara lain:
- Saving Bond Ritel (SBR)
Seperti namanya, SBN ini mirip tabungan atau deposito di bank. Saving Bond Ritel tidak diperdagangkan di bursa efek. Artinya, anda hanya bisa membelinya selama periode penawaran terbuka dan bisa ditarik kembali pada waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan. Sebenarnya, investor tetap bisa menarik dana investasi lebih cepat daripada jatuh tempo (early redemption), namun tentunya imbal hasil yang didapatkan tidak optimum.
Karena sifatnya ritel atau diperuntukkan bagi masyarakat luas, modal awal investasi relatif terjangkau dan bervariasi, mulai dari Rp. 1 juta hingga Rp. 3 Milyar. Tenornya juga relatif pendek, mulai dari 2 tahun.
- Sukuk Tabungan (ST)
Sukuk Tabungan adalah SBR berbasis syariah. Siapa saja bisa berpartisipasi pada investasi ini dengan modal awal minimal Rp. 1 juta. Layaknya SBR, ST tidak diperdagangkan di pasar sekunder. Namun, fasilitas early redemption tetap tersedia.
- Obligasi Ritel Indonesia (ORI)
ORI ini diterbitkan juga untuk memberikan peluang bagi investor individual untuk memperdagangkan obligasi negara secara aktif. Modal awal untuk berpartisipasi pada SBN ritel ini mulai dari Rp. 5 juta. Berbeda dengan SBR, ORI bisa diperdagangkan secara aktif. Jadi, anda bisa membeli atau menjualnya di pasar sekunder tanpa harus menunggu jatuh tempo atau periode penawaran terbuka.
- Sukuk Ritel (Sukri)
Cara kerja SBN ritel ini sama dengan ORI, namun berbasis syariah. Modal awal untuk berpartisipasi dalam investasi ini juga sama, yakni mulai dari Rp. 5 juta. Anda juga bisa memperjualbelikan SBN ini di pasar sekunder melalui agen yang telah ditetapkan.
Pada prinsipnya, Surat Berharga Negara (SBN) adalah instrumen investasi yang dikeluarkan pemerintah untuk mengumpulkan dana bagi pembangunan. Pemerintah memberikan kesempatan bagi masyarakat secara luas untuk berinvestasi sekaligus berpartisipasi secara finansial bagi pembangunan.
Karena yang berhutang adalah pemerintah, resiko gagal bayar sangat minim. Namun, apakah resikonya ada? Tentu saja ada. Pemerintah bisa saja gagal membayar hutang kepada investor pada waktu yang dijanjikan, jika pemerintah mengalami kesulitan finansial. Namun, pemerintah tetap akan membayarnya meskipun terlambat.
Bagaimana dengan Reksa Dana?
Meski bukan tergolong sebagai investasi yang bebas resiko, reksadana memiliki resiko yang relatif kecil. Ada beberapa karakteristik reksadana yang membuatnya minim resiko bagi investor, yakni pengelolaan bersama dan kemudahan bagi manajer investasi untuk melakukan diversifikasi portofolio investasi.
Investasi reksadana melibatkan tiga pihak, yakni anda sebagai investor, manajer investasi, dan bank kustodian. Pengelolaan dana investasi dilakukan secara kolektif antara manajer investasi dan bank kustodian. Manajer investasi (MI) berperan sebagai pengelola dana. MI bekerja aktif memilih portofolio investasi, dan melakukan diversikasi. Untuk jasanya ini, MI akan mendapatkan fee pengelolaan, diambil dari dana investasi yang dikelola.
Bank kustodian hanya menyimpan dana yang terkumpul. Manajer investasi tidak memiliki akses terhadap dana tersebut. Jika dana akan digunakan, maka MI harus mengeluarkan perintah secara tertulis untuk memproses dana guna keperluan transaksi, seperti penjualan atau pembelian reksadana. Jadi, bank kustodianlah yang berhubungan langsung dengan pihak ketiga.
Dana investasi anda relatif aman karena tidak dikelola oleh satu orang saja. Perhatikan ilustrasi berikut:
- Jika manajer investasi bankrut, maka dana anda tetap aman, karena dana investasi anda dipegang oleh bank kustodian. Dana investasi anda bukan milik manajer investasi. Jadi, kalaupun terjadi penyitaan, dana anda tidak termasuk di dalamnya.
- Jika bank kustodian yang bangkrut, maka dana anda juga tetap aman. Reksadana memang tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sepertinya ini merupakan kerugian. Namun ternyata, jika bank kustodian bankrut, dana reksa justru aman, karena bukan merupakan bagian dari aset bank. Penyitaan atas aset bank kustodian tidak berlaku bagi dana reksa.
Selain itu, manajer investasi bisa menyebar resiko melalui diversifikasi investasi. Misalnya adalah membagi dana reksa kedalam instrumen saham, obligasi, aset tetap, dan sebagainya. Kalaupun salah satunya gagal, kerugiannya dapat ditutupi dari instrumen investasi yang lain.
Lalu, adakah investasi yang bebas risiko. Jawabannya adalah Tidak. Namun, resiko-resiko pada investai high risk, high return bisa ditekan hingga sekecil mungkin dengan strategi dan perencanaan investasi yang baik. Surat Berharga Negara (SBN) berada di urutan atas untuk pilihan investasi aman pada kategori high risk, high return. Reksadana juga menawarkan return yang menjanjikan, dan resikonya dapat diminimalisir dengan memilih manajer investasi yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan bank kustodian yang reputasinya diakui.