Aksi jual GBP/USD terakselerasi dalam dua hari terakhir, sehingga kurs ambles dari kisaran 1.2500 sampai 1.2390-an. Uniknya, kemerosotan ini terpicu oleh pengumuman suku bunga ECB kemarin dan bukan terdorong oleh suatu rilis domestik Inggris secara khusus.
Bank Sentral Eropa (ECB) kemarin mengumumkan kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin bersama pesan yang mengisyaratkan keengganan untuk menaikkannya lagi. Meskipun Presiden ECB Christine Lagarde belakangan menegaskan sikap hawkish-nya, pelaku pasar terus meyakini bahwa pengumuman itu merupakan kenaikan suku bunga terakhir Zona Euro dalam siklus yang sedang berlangsung. Konsekuensinya, nilai tukar euro tenggelam.
Pelaku pasar kini memperkirakan bahwa Bank Sentral Inggris (BoE) bakal mengikuti jejak ECB dalam rapat kebijakannya minggu depan. Ini merupakan perkembangan yang berdampak negatif bagi GBP/USD, karena pasar masih berharap Federal Reserve AS bakal menaikkan suku bunga lagi dalam tahun ini.
“Kenaikan suku bunga ECB yang bernada dovish, serta serangkaian data aktivitas AS yang kuat, mendorong dolar mengalami reli lagi,” kata Francesco Pesole, pakar strategi FX di ING Bank, “Sterling melemah mengikuti euro dengan latar belakang penguatan dolar kemarin, dan Cable telah menguji support 1.2400 dalam 24 jam terakhir. Kecenderungan dovish ECB kemungkinan mendorong perhitungan ulang yang lebih dovish atas ekspektasi suku bunga BoE.”
Ada pula argumen lain yang cukup kuat mendukung spekulasi dovish BoE. Gubernur BoE Andrew Bailey telah dua kali menyatakan bahwa ia memperkirakan tren inflasi akan terus menurun, sehingga siklus kenaikan suku bunganya sudah hampir mendekati titik akhir. Salah satu pernyataan itu bahkan dipaparkan dalam testimoni di hadapan anggota parlemen Inggris.
Bailey tak menyebutkan dengan jelas mengenai berapa tingkat suku bunga tertinggi yang sesuai bagi perekonomian Inggris saat ini. Akan tetapi, mayoritas pelaku pasar sekarang mensinyalir Inggris cuma punya ruang untuk menaikkan bunga satu kali lagi saja.
Seperti halnya Zona Euro, beragam data ekonomi Inggris belakangan ini memburuk dengan cepat. Suku bunga yang tinggi memang dapat meredam inflasi, tetapi memiliki efek samping negatif bagi perekonomian. Inggris berisiko semakin mendekati tepi jurang resesi seiring dengan meluasnya dampak dari kenaikan suku bunga super jumbo sejak tahun lalu.