Indeks dolar AS (DXY) jatuh sekitar 1 persen sampai kisaran 103.60-an pada awal sesi New York hari Senin (13/3/2023). Greenback terpukul oleh merosotnya ekspektasi suku bunga The Fed secara drastis dalam beberapa hari terakhir.
Perilisan laporan ketenagakerjaan AS pada hari Jumat lalu menghasilkan data Non-farm Payroll yang mengungguli ekspektasi, tetapi menunjukkan pertumbuhan gaji yang lebih lambat. Akibatnya, pasar kembali mempertanyakan apakah laju inflasi ke depan akan cukup kuat untuk mendesak The Fed menaikkan suku bunga lagi secara agresif.
Amerika Serikat pada akhir pekan juga menghadapi kabar buruk bertubi-tubi dari sektor perbankan. Silicon Valley Bank (SVB), salah satu bank komersil terbesar, kolaps akibat masalah likuiditas. Selain itu, Signature Bank dan Silvergate Bank yang berkaitan erat dengan investasi kripto juga gulung tikar.
Masyarakat langsung mempertanyakan ketahanan modal bank-bank lain di AS, sehingga memicu antrian panjang di berbagai ATM. Para investor juga beramai-ramai melepas saham perbankan AS lantaran khawatir kalau ada bank-bank lain yang bakal tumbang.
Pemerintah AS bergerak cepat dengan serangkaian kebijakan darurat untuk menjamin para nasabah SVB dan Signatur Bank dapat mengakses rekening mereka lagi. Federal Reserve pada hari Minggu mengumumkan kebijakan Bank Term Funding Program baru untuk mengulurkan pinjaman jangka pendek bagi lembaga-lembaga keuangan yang membutuhkan tambahan likuiditas.
Kendati demikian, semua kebijakan itu belum mampu menanggulangi seluruh kekhawatiran pasar. Mengingat krisis perbankan ini terjadi akibat kenaikan suku bunga yang pesat, pelaku pasar kini khawatir kalau The Fed tak akan menaikkan suku bunga lagi.
Ekspektasi suku bunga terminal dalam Fed Funds Futures merosot drastis dari lebih dari 5% per Desember pada hari Jumat lalu, menjadi 4.14% per Desember hari ini. Dengan suku bunga The Fed sekarang berada pada rentang 4.50%-4.75%, data mengisyaratkan pasar mengantisipasi pemangkasan suku bunga The Fed pada paruh kedua tahun ini.
Data yang sama menunjukkan peluang sekitar 80% untuk kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin dalam rapat FOMC tanggal 21-22 Maret, diiringi dengan peluang sekitar 20% untuk tidak terjadi perubahan bunga sama sekali. Padahal, mayoritas pelaku pasar pada hari Kamis lalu masih mengharapkan kenaikan 50 basis poin.
“Krisis keuangan menyetop pengetatan moneter. Ada pergeseran besar dalam ekspektasi suku bunga,” kata Marc Chandler, kepala strategi pasar di Bannockburn Global Forex, “Pasar sudah memperhitungkan pemangkasan suku bunga lagi pada kuartal keempat (tahun ini).”
“Ada perubahan radikal dalam ekspektasi suku bunga, dan dolar telah melemah dalam skenario itu,” ujar Niles Christensen, kepala analis di Nordea, yang menambahkan bahwa ekspektasi suku bunga dapat pulih kembali jika krisis dalam sistem perbankan AS teratasi dengan cepat.