Indeks dolar AS (DXY) melemah ke kisaran 103.95 pada perdagangan sesi New York awal pekan ini (27/6/2022). Penurunan harga komoditas telah menyusutkan proyeksi inflasi ke depan, sehingga ekspektasi suku bunga The Fed pun ikut berkurang. Pada gilirannya, dolar AS terseret turun oleh dinamika tersebut.
Sikap Federal Reserve AS yang teramat hawkish terkait kebijakan suku bunga telah mendorong indeks dolar AS meningkat hingga mencapai rekor tertinggi dua dekade pada level 105.79 di awal bulan ini. Akan tetapi, data-data ekonomi terbaru menunjukkan perlambatan momentum pertumbuhan serta penurunan harga pada beragam komoditas. Situasi ini memicu kewaspadaan investor dan trader.
“Indeks dolar diperdagangkan (menurun) menuju ujung bawah dari rentang perdagangannya belakangan ini, menandakan sejumlah kerentanan terhadap pelemahan lebih lanjut,” kata Shaun Osborne, analis dari Scotiabank, “Kami merasa reli dolar yang lebih luas akan kesulitan untuk berlanjut secara signifikan, tetapi penurunan (dolar) akan tetap terbatas kecuali atau hingga muncul katalis bearish yang lebih signifikan.”
Harga minyak mengalami kenaikan selama dua hari terakhir, tetapi posisinya sudah jauh di bawah rekor tertinggi multi-tahun yang tercapai pada bulan Maret lalu. Harga minyak mentah tipe WTI dan Brent masing-masing berpotensi membukukan penurunan bulanan untuk pertama kalinya dalam tahun ini. Situasi serupa dialami pula oleh komoditas lain, khususnya tembaga.
Harga komoditas yang lebih murah akan mengurangi tekanan laju inflasi global. Alhasil, tren penurunan harga komoditas berdampak pula pada perhitungan ulang atas ekspektasi suku bunga acuan di bank-bank sentral utama.
Data dari pasar futures menunjukkan bahwa trader kini memperkirakan suku bunga The Fed akan terstabilkan pada kisaran 3.5 persen mulai Maret tahun depan. Ini lebih rendah daripada ekspektasi puncak suku bunga The Fed sebelumnya yang mencapai 4.0 persen.
“Menimbang secara luas, pasar telah memperhitungan suku bunga terminal yang lebih rendah dan lebih awal dari The Fed, sehingga memangkas sejumlah daya tarik dolar yang bersumber dari selisih yield,” kata Simon Harvey, kepala analisis FX di Monex Europe.