Duet AUD/USD sempat terperosok sampai rekor terendah harian 0.6719 pada sesi Asia (15/7/2022), sebelum menanjak kembali hingga mendekati ambang 0.6800 berkat aksi ambil untung atas dolar AS saat memasuki sesi New York. Pasangan mata uang ini masih berisiko tertekan lantaran perlambatan pertumbuhan di negara mitra dagang utamanya, China.
Data PDB China tercatat -2.6 persen (Quarter-over-Quarter) pada kuartal II/2022, atay lebih buruk daripada estimasi konsensus yang sebesar -1.5 persen. Data PDB China dalam basis tahunan pun tertekan pada +0.4 persen, bukannya meningkat 1.0 persen sesuai ekspektasi pasar. Tak pelak, kabar ini mengguncang AUD/USD.
Francesco Pesole, pakar strategi FX dari ING Bank, menyatakan, “AUD tetap berada dalam tekanan pekan ini, dan itu sebagian besar berhubungan dengan ketergantungan mata uang ini yang lebih besar pada faktor-faktor eksternal, yang dapat dikatakan semakin suram dari hari ke hari. China (pasar ekspor nomor satu bagi Australia) mungkin menghadapi lockdown lagi, dan data terbaru menunjukkan perlambatan yang lebih buruk dari ekspektasi.
“Kelemahan dari perekonomian China telah turut menghalangi kemajuan mata uang negara berkembang, dan volatilitas aset yang besar mencederai mata uang berbeta tinggi termasuk AUD,” kata Kit Juckes dari Societe Generale.
Para ekonom terus mengkhawatirkan dampak gelombang baru COVID-19 jika China tetap menjalankan kebijakan nol COVID. Rincian data PDB China menunjukkan bahwa produksi industri telah rebound dari dampak terburuk lockdown. Namun, konsumsi domestik masih lesu. Aussie akan tersokong jika otoritas China bersedia mengganti pendekatannya dalam menghadapi wabah COVID-19.
“Dampak daripembatasan COVID-19 di pusat-pusat populasi utama seperti Shanghai dan Beijing terlihat dalam data neraca nasional kuartal II. Perekonomian China tumbuh tipis secara year-on-year, hanya naik sebanyak 0.4 persen, tetapi berkontraksi secara signifikan secara kuartalan, yaitu turun sebanyak 2.6 persen. Hasil ini lebih lemah daripada ekspektasi,” kata Gerard Burg, ekonom senior di NAB.
Ia menambahkan, “Konsumen kemungkinan akan tetap waspada dalam jangka pendek, mengingat kurangnya dukungan fiskal untuk rumah tangga selama pandemi dan risiko dari kerusakan neraca rumah tangga lebih lanjut dan lockdown lanjutan.”