Indeks dolar AS (DXY) melemah lebih dari 0.4 persen pada kisaran 102.20-an dalam perdagangan awal sesi New York hari Kamis (30/3/2023). Dua data paling penting yang keluar dari Amerika Serikat malam ini sama-sama melempem, yakni Produk Domestik Bruto (GDP) dan klaim pengangguran (Initial Jobless Claims).
US Bureau of Economic Analysis melaporkan bahwa pertumbuhan GDP Amerika Serikat pada kuartal IV/2022 hanya mencapai 2.6 persen (Quarter-over-Quarter). Angka tersebut jauh lebih lemah dibandingkan kenaikan 3.2 persen pada kuartal sebelumnya, sekaligus meleset tipis dari estimasi konsensus yang dipatok pada 2.7 persen.
Departemen Tenaga Kerja AS menebar kabar buruk berikutnya, yakni peningkatan jumlah klaim pengangguran dari 191k menjadi 198k pada periode sepekan yang berakhir tanggal 26 Maret 2023. Angka itu juga meleset sedikit dibandingkan estimasi konsensus yang sebesar 196k.
Kedua data itu meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap kondisi ekonomi AS, sekaligus dapat memberikan alasan bagi The Fed untuk tidak menaikkan suku bunga lagi. Data klaim pengangguran, secara khusus, menjadi sorotan karena menunjukkan tanda-tanda tren naik secara berkelanjutan.
“Dolar AS mengukir level terendah satu sesi yang baru, setelah data yang lebih lemah dari ekspektasi mendukung argumen bahwa The Fed kemungkinan sudah selesai menaikkan suku bunga,” kata Joe Manimbo, analis mata uang senior di Convera.
“Tingkat klaim tetap sangat rendah, tetapi siklus terendah mungkin telah berlalu, dan melihat ke depan, dampak tertunda dari lonjakan pengumuman PHK seharusnya menaikkan (jumlah) klaim secara signifikan selama kuartal kedua,” kata Ian Shepherdson, Chief Ekonom di Pantheon Macroeconomics, “Tapi lonjakan dalam pengumuman itu besar sekali, sehingga jumlah klaim kemungkinan akan terlihat sangat berbeda pada akhir kuartal kedua, atau (malah) mungkin lebih cepat (dari itu).”
Pelaku pasar berikutnya akan menyoroti perilisan laporan Non-farm Payroll dan paket data ketenagakerjaan AS lainnya pada pekan depan. Apabila data tersebut meleset lagi secara substansial, dampaknya dapat membebani dolar AS dalam semua pasangan mata uang, khususnya euro yang hari ini terkerek oleh data inflasi yang tinggi.