Gejolak perbankan terus menjadi pusat perhatian pasar keuangan global. Setelah Silicon Valley Bank di Amerika Serikat dan Credit Suisse di Swiss, kini giliran Deutsche Bank yang menjadi bulan-bulanan. Situasi ini mengerek indeks dolar AS (DXY) kembali ke atas ambang 103.00, sekaligus mengakibatkan kurs EUR/USD terperosok lebih dari 100 pips dalam beberapa jam saja.
Presiden Bank Sentral Eropa (ECB), Christine Lagarde, telah menekankan bahwa kondisi sektor perbankan tetap tangguh dan memiliki permodalan yang kuat. Namun, sektor perbankan Eropa hari ini kembali bergejolak.
Departemen Kehakiman AS menyatakan tengah menyelidiki keterlibatan UBS dan Credit Suisse dalam membantu para jutawan Rusia menghindari sanksi AS. Sementara itu, harga Credit Default Swaps (CDS) untuk obligasi Deutsche Bank meroket pesat selama beberapa hari terakhir.
Credit Default Swaps (CDS) merupakan suatu produk derivatif dari pinjaman yang memberikan proteksi kepada pembelinya atas probabilitas gagal bayar dan risiko-risiko lainnya. Lonjakan harga CDS menandakan peningkatan signifikan dalam risiko holding obligasi Deutsche Bank saat ini, atau dengan kata lain, para investor khawatir mereka akan tertular krisis perbankan.
Peningkatan harga CDS mengakibatkan saham Deutsche Bank longsor, diikuti oleh saham-saham bank-bank kawakan Eropa lainnya. Padahal, kondisi fundamental Deutsche Bank dalam beberapa laporan keuangan terakhirnya tampak lebih prima daripada Credit Suisse yang kolaps pekan lalu.
Sejumlah analis menyuarakan peringatan akan terjadinya “credit crunch” atau krisis kredit dalam tahun 2023. Kenaikan suku bunga besar-besaran di berbagai negara menciptakan tekanan hebat pula pada sektor perbankan. Perbankan kemungkinan akan mempersulit persyaratan pengajuan pinjaman demi menanggulangi tekanan tersebut, sehingga menekan arus pendanaan rumah tangga dan perusahaan. Pada gilirannya, situasi itu akan berdampak negatif terhadap permintaan dan prospek perekonomian.
“Kenaikan suku bunga telah menciptakan krisis aset, yang sekarang berisiko menjadi krisis kredit,” kata Andrea Cicione, Kepala Strategi dan COO Riset di TS Lombard.
“Kekhawatiran bahwa standar pinjaman yang lebih ketat akan menambah dampak kenaikan suku bunga tetap menjadi fokus utama pasar. Sejarah menunjukkan kenaikan penggunaan jendela diskonto –biasanya didorong oleh stres atau jatuhnya kepercayaan (kepada) sektor perbankan– cenderung mengakibatkan standar pinjaman meningkat,” kata Stephen Spratt di Citi.