Indeks dolar AS (DXY) sempat merangkak naik sampai level tertinggi sepekan pada 102.60 kemarin, tetapi kemudian tersungkur lagi akibat data gaji karyawan di Amerika Serikat yang lemah. Saat berita ditulis pada akhir sesi Asia hari Selasa (1/2/2023), DXY telah mencapai 102.02 dan cenderung terus tertekan.
Indeks Biaya Tenaga Kerja (Employment Cost Index) tercatat hanya meningkat 1.0 persen pada kuartal keempat tahun 2022. Ini merupakan kenaikan indeks terendah dalam satu tahun terakhir, serta menandai penurunan berkelanjutan dalam parameter pertumbuhan gaji paling berpengaruh di AS.
Data lain dari negeri Paman Sam juga suram. Pertumbuhan harga perumahan melambat secara signifikan pada November 2022, menunjukkan efek samping dari kenaikan suku bunga The Fed yang mulai meluas dalam perekonomian.
Sejumlah trader tampaknya menganggap data-data tersebut sebagai sinyal lebih lanjut bahwa Federal Reserve akan bersikap lebih dovish dalam tahun ini, sehingga dolar AS cenderung melemah. Kendati demikian, para analis menilai data-data dari tahun lalu itu tak mungkin menggoyahkan niat Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga dalam tingkat yang tinggi tahun ini.
“Walaupun (data Indeks Biaya Tenaga Kerja AS) itu hadir di bawah ekspektasi, bicara secara objektif, itu masih cukup kokoh dan berarti bahwa The Fed masih akan terdengar hawkish,” kata Bipan Rai, Kepala Strategi FX Amerika Utara di CIBC Capital.
Perhatian pasar kini terfokus pada rapat FOMC yang akan digelar selama dua hari mulai nanti malam. Event ini sangat penting, terutama karena adanya kesenjangan antara opini The Fed dan pasar saat ini.
Fed Funds Futures menunjukkan bahwa pelaku pasar memperhitungkan suku bunga akan mencapai level tertinggi pada 4.91 persen pada Juni 2023, kemudian The Fed akan memangkasnya sampai 4.48 persen per Desember 2023. Padahal, hasil rapat FOMC Desember 2022 mengungkapkan niat The Fed untuk mempertahankankan suku bunga tetap tinggi sampai akhir tahun.
“(Ketua The Fed) Powell dan FOMC akan ingin menegaskan fakta bahwa kita akan menyaksikan suku bunga lebih tinggi dalam waktu lebih lama. (Tapi) ini semua berkaitan dengan apakah pasar mempercayai narasi tersebut atau tidak pada saat ini,” lanjut Rai.